Liputers
yang aku sayangi dan aku cintai selama-lamanya, kedengarannya ini basi, dan
sangat super basi disaat ada seseorang yang mengingatkan untuk berbakti kepada
Ibu, berbakti kepada bapak. Ini pernyataan yang sering sekali diingatkan oleh
tetua-tetua kita, untuk menghormati orangtua kita, sehingga ini kedengarannya
sangat amat basi.
Ditambah
super basi lagi, karena aku yang mengajak kalian untuk menghormati orangtua
kalian. Aku tahu aku dan kalian manusia biasa dan tidak pantas untuk saling
menggurui, disini aku tidak akan menggurui kalian layaknya ibu ustazah yang
murah hatinya, disini aku dan kalian bersama-sama belajar untuk menghormati
orang yang sudah memberikan segala hidupnya untuk kita. Kita berasama-sama
memohon ampun pada mereka kedua orang tua yang sangat berjasa untuk kita. Aku
akui sangat sulit sekali menghormati mereka, sulit sangat sulit. Aku sendiri
disadari ataupun tidak banyak sekali kurang ajarnya kepada orang tuaku.
Terkadang ucapanku agak keras, terkadang aku nakal, terkadang mengabaikan
nasihat-nasihatnya, semua kesalahan sudah pernah aku torehkan untuk kedua orang
tuaku, terutama ibuku yang baik hatinya dan lembut jiwanya.
Tiada
yang sempurna bagi manusia seperti kita, bahkan ibu kita tak pernah juga luput
dari kesalahan, tapi Maha Suci Allah yang telah menciptakan seorang wanita baik
untuk menemani kita dari kecil hingga sekarang.... berawal dari dalam
kandungan, sang ibu sudah sangat berbahagia dan hati-hati dalam menjaga
kandungannya, memperhatikan pola makannya, takut melakukan hal-hal yang bisa
membahayakan kandungannya, itu semua tumbuh karena rasa kasih sayangnya
terhadap kita, hingga sampailah kita lahir kedunia, yang kecil harum bau
surgawi, walau ibu terasa sangat sakit melahirkan kita, tapi tidak ada rasa
menyesal dan mengeluh setelah melihat bayi kecilnya yang lucu ada dipelukannya.
Dia terjaga dimalam hari jika mendengar tangisan kita, dia menyuapi dan
menyusui kita, mengajari kita budi pekerti, mengajari berjalan, menjaga kita
dari marabahaya, mencium kita dengan penuh kasih dan sayangnya. Siapa lagi
kalau bukan orang tua kita, ibu dan bapak kita. Bukan pacar kita yang sekarang
yang melahirkan kita, bukan pacar kita yang mengajari kita dan membentuk
pribadi kita sehingga seperti sekarang. Tapi terkadang kita lupa dan lebih
mengistimewakan pacar dari pada orang tuanya sendiri. Itu kesalahan kita, baik
aku dan kamu pasti pernah merasakan itu.
Tidak
semua wanita yang diberi keistimewaan menjadi seorang ibu, tidak semua wahai
temanku, aku belum menjadi seorang ibu, makanya akau tidak paham seperti apa
menjadi seorang ibu itu. Sehingga aku tidak peka terhadap kasih dan sayangnya
karena aku belum pernah merasakan melahirkan. Jika nanti aku berumah tangga dan
melahirkan, disanalah aku bisa tau seperti apa ibuku dulu melahirkan dan
membesarkan aku. Disanalah aku berkaca seperti apa aku dulu, aku mendidik
anakku dan membesarkannya, setelah anakku besar anakku sudah bisa membatah dan
melawan ucapanku, disanalah aku berkaca dan menyadari seperti apa aku dulu yang
dengan mudah membentak ibu dan bapakku. Disanalah aku menyadari dan menangis
sedih betapa pahit dan sangat sabarnya menjadi seorang ibu itu setelah aku
merasakannya sendiri.
Liputers,
ibuku masih ada, masih didekat dan bersama ku saat ini, aku masih bisa mencium
dan memeluknya dan masih bisa memohon ampun padanya. Ibuku masih sehat dan
bekerja sepanjang hari hanya untuk keluarganya, karena jika mengandalkan aku
seorang, tidak akan cukup untuk kebutuhan keluargaku. Bapakku masih ada, walau
dia sudah tua dan giginya sudah tanggal semua, tapi dia masih sehat, dia
perokok sejati, walau merokok sangat tidak baik untuk kesehatannya tetapi aku
tidak bisa melarangnya, karena sudah menjadi kebiasaannya, ku serahkan semuanya
pada Allah yang menjaga umur dan hidup mereka. Bapakku walau dia keras, tapi
dia sosok pahlawan sejati, betapa bangganya aku padanya, sobatku diluar sana,
ada saatnya kita nyaman bersama ibu, dan ada saatnya kita membutuhkan bapak
kita. Kedua orang tua kita ini bagai satu kesatuan yang utuh yang bila salah
satu tidak ada, maka pasti ada sesuatu yang kurang.
Kedua
orang tuaku masih ada disini, sehingga mungkin baik aku maupun kalian merasa
hal bersama kedua orang tua itu sesuatu yang sepele. Aku menyepelekan setiap
hariku, setiap hari demi hari aku lewati tanpa makna bersama orang tuaku, aku
lupa berapa ribu hari terlewatkan, dan sebanyak itulah aku melewatkan rasa
kepatuhanku kepada orang tuaku. Aku anak yang tidak sempurna, jauh dari kata
membanggakan, tapi dimata orang tuaku akulah kebanggaan meraka, sejelek dan
seburuk aku dan kalian, tidak akan memudarkan cinta orangtua kepada kita, cinta
tanpa pambrih yang sering terlewatkan. Aku anak yang tidak pantas dicontoh, aku
anak yang seenaknya sendiri, tapi jika orang tuaku menutup mata, aku rela semua
amal baikku yang ada, walau tidak banyak aku berikan kepada mereka, sehingga
mereka masuk Surga. Aku rela Ya Allah, aku sudi masuk neraka jika itu bisa
menggantikan posisi orang tuaku supaya masuk surga. Karena tidak ada yang bisa
aku berikan untuk mereka, aku ingin semua kebahagiaan untuk orang tuaku, aku
ingin orang tuaku selalu bergembira dimasa tuanya. Tapi aku belum bisa
mengabulkan itu.
Sobatku,
marilah kita tundukkan kepala, kita ingat, seberapa banyakknya dosa kita kepada
mereka? Sangat banyak sekali, tapi apa ada mereka membenci kita? Mengutamakan
kepentingan kita terlebih dahulu dari pada kepentingan pribadinya. Aku pernah
membaca buka “Satu Tiket ke Surga” halaman pertama langsung diingatkan tentang
“ibu” aku menangis sersedu-sedu membacanya, dan aku membenarkan kutipan Sophia
Loren,
“seorang
ibu selalu harus berpikir dua kali, sekali untuk dirinya, dan sekali untuk
anaknya”
Sungguh
ungkapan yang jlebbbb... nusuk ke sanubariku, karna memang sepeti itulah
pemikiran ibu pada umumnya. Aku sangat tersentuh sewaktu Zabrina A. Bakar
berkata dibait terakhir
“jika
pemegang tiketmu masih ada bersamamu, pergilah menemuinya sekarang, cium
tanggannya, dan buatlah dia bahagia. Belailah wajahnya, dan katakan kau
mencintainya. Pergilah dan penuhilah tanggung jawabmu supaya kau diperbolehkan
masuk ke satu-satunya tempat kita ingin berada untuk selama-lamanya. Surga.
Pergilah...”
Ibu
adalah pemegang tiket kita untuk masuk surga. Ditangannya ada satu tiket untuk
kita. Kita akan mendapatkannya jika kita berbakti padanya. Lalu kenapa kita
jahat padanya, padahal ibu begitu kasihnya kepada kita.
Ingatkan
aku dan kita saling mengingatkan bahwa “bukan PACAR yang membentuk kita menjadi
manusia beradap, bukan PACAR yang mengajari segala hal tentang hidup ini, bukan
PACAR yang memeluk kita sedari kecil sampai saat ini disaat kita butuhkan,
bukan PACAR yang membiayai kehidupan bayi kita sampai sekarang, dan bukan PACAR
segala-galanya.”
Temanku
terkadang kita lupa, disaat kita tumbuh dewasa kita sangat solid kepada teman
dan pacar, tetapi kita lupa bahwa ada ibu dan bapak kita dirumah yang sangat
solid dan cemas kepada kita. Mereka menunggu dan mencemaskan kita disaat kita
pulang terlambat, sedangkan kita disana tidak merasa bersalah dan malah
kongko-kongko bersama teman dan pacar di Mall.
Kita
ini bodoh atau apa, kenapa kita begitu perhatian kepada orang yang kita kenal
beberapa tahun belakangan, sedangkan ibu bapak yang sedari dulu hingga kini,
kenapa hanya mereka saja yang perhatian kepada kita, kenapa kita tidak?
Renungkanlah
ini teman, sebelum aku dan kalian terlambat, mari kita lakukan sedikit demi
sedikit perbaikan dalam perbuatan dan ucapan kepada orang tua kita.
Jika
bagi kalian yang orang tuanya sudah berpulang, bedoalah, bersimpulah,
perbanyaklah nyanyian-nyanyian surga untuk menemani kuburnya. Hadiahi mereka
baca-baca indah.
Tiada
kata terlabat.
Komentar
Posting Komentar