
Libur nasional ini adalah untuk Tahun Baru Imlek yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden No. 19 tahun 2002 oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri, yang merupakan kelanjutan Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000
oleh Presiden Gus Dur yang mencabut Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967
tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.
Sejak 2002 Tahun Baru Imlek resmi menjadi hari libur nasional
bersama dengan hari-hari besar lain yang sudah lebih dulu menjadi libur
nasional. Selengkapnya di kalender-kalender tsb tertulis ?Tahun Baru Imlek
2563?. Tahun Kelinci segera berlalu, Tahun Naga Air datang menggantikannya.
Istilah atau penulisan ?Tahun Baru Imlek? hanya dikenal di
Indonesia. Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata Yin Li
(阴历, baca: IN LI) yang berarti ?penanggalan bulan? alias lunar calendar.
Penanggalan China berdasarkan peredaran bulan di tata surya sehingga disebut
dengan Yin Li. Sementara penanggalan yang kita kenal sekarang, dan dipakai luas
seluruh dunia disebut dengan Yang Li (阳历) di dalam
bahasa Mandarin, artinya adalah ?penanggalan matahari?.
Imlek dikenal juga dengan Nong Li (农历, bacanya: nung li), yang artinya
?penanggalan petani?, di mana hal ini bisa dimaklumi, sebagian besar orang
jaman dulu adalah bertani. Para petani tsb mengandalkan kemampuan mereka
membaca alam, pergerakan bintang, rasi bintang, bulan dan benda
angkasa yang lain untuk bercocok tanam. Apalagi di China yang 4 musim,
perhitungan tepat dan presisi harus handal untuk mendapatkan pangan yang cukup.
Perayaan Chinese New Year sebenarnya adalah perayaan menyambut
musim semi yang disebut dengan Chun Jie (春节, baca: juen
cie), yang artinya ?menyambut musim semi?. Musim semi disambut dengan sukacita
karena musim dingin akan segera berlalu dan tibalah saat para petani untuk
menanam lagi. Tanaman pangan terutama padi (China selatan)
dan kebanyakan gandum (China utara) serta tanaman pertanian lainnya. Karena
mengandalkan alam untuk kehidupan mereka, menyambut datangnya musim semi
merupakan keharusan yang dirayakan dengan meriah.
Perayaan ini mulai dikenal di jaman Dinasti Xia (夏潮, sering ditulis Hsia juga, 2205 ?
1766 SM). Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan Imlek selalu berubah sesuai
dengan kemauan dinasti yang berkuasa. Biasa diambil adalah waktu berdirinya
dinasti tsb. Baru pada masa Dinasti Han (206 SM ? 220 M), penanggalan
dari Dinasti Xia diresmikan sampai sekarang dan tahun kelahiran Khonghucu
ditetapkan sebagai tahun pertama.
Namun saat ini di China sendiri penulisan tahun yang berdasarkan
tahun kelahiran Khonghucu sudah tidak umum lagi. Misalnya Imlek tahun ini adalah
tahun 2563, sudah tidak lazim lagi, tahun yang ditulis biasanya tahun 2012
saja.
Sementara itu, Taiwan juga memiliki standard penulisan tahun
sendiri, yang dimulai dengan titik awal 1911 sebagai tahun nol, jadi tahun 2012
bisa jadi ditulis tahun 2001. Tahun 1911 adalah tahun berdirinya Republic
of China setelah
dinasti terakhir, yaitu Dinasti Qing runtuh. Sampai hari ini di Taiwan masih
ada banyak yang menggunakan ?tahun ROC?.
Selain disebut Tahun Baru Imlek, banyak juga yang menyebutnya
dengan Sincia, yang juga berasal dari dialek Hokkian, dari asal kata 新正 (pinyin: xin zheng, baca: sin ceng).
Kata 新正 merupakan
kependekan dari 新正月, ?bulan pertama yang baru?, merujuk pada penulisan ?bulan
pertama? dalam penanggalan Imlek dituliskan 正月, dalam dialek Hokkian berbunyi Cia Gwe.
Ucapan Yang Salah Kaprah
Di media-media, baik cetak (koran, majalah, tabloid, dsb) dan
elektronik mulai bernuansa merah sejak akhir minggu pertama Januari. Banyak
penawaran diskon segala jenis barang, dari fashion, peralatan rumah tangga,
elektronik, kendaraan dsb. Di sana sini terlihat ?Gong Xi Fat Choi?, ?Gong Xi
Fat Chai?, ?Gong Xi Fa Choi?, ?Gong Xi Fa Cai?, ?Happy Chinese Year?, ?Year of
the Dragon?, dsb. Sebagian besar ucapan di media adalah salah kaprah yang ngawur.
Ucapan 恭喜发财 (pinyin: gong xi fa cai, baca: kung
si fa jai) secara harafiah berarti: ?semoga anda kaya?, ?wishing you a lot of fortune?. Entah
sejak kapan ucapan ini populer di Indonesia. Ucapan Gong Xi Fa Cai lebih
populer di Hong Kong yang diucapkan di sanaKung Hei Fat Choi, yang merupakan bunyi
?gong xi fa cai? dalam dialek Cantonese. Di Indonesia
kemudian sepertinya latah jadilah salah kaprah tubruk sana sini menjadi: ?gong
xi fat choi? atau ?gong xi fa choi?.
Lebih parahnya di salah satu koran nasional ada bank asing yang
notabene dari akronim nama bank tsb merujuk ke ?Hong Kong? dan ?Shanghai?,
namun menulisnya adalah ?gong xi fa choi?, yang merupakan kesalahan fatal.
Sebenarnya untuk menghindari kesalahan penulisan yang fatal, lebih baik menulis
aksara kanjinya, jelas pasti benar dan terhindar dari kesalahan yang tidak
perlu.
Perhatikan saja, di mana-mana lebih banyak penulisan yang salah
kaprah kacau balau. Di billboard, majalah,
tabloid, kartu ucapan, koran-koran, televisi, dsb.
Ketika saya kecil tidak pernah terdengar ucapan ?gong xi fa cai?
seperti beberapa tahun belakangan ini. Di masa itu, lebih sering terdengar
ucapan: ?kionghi, kionghi? atau ?sin cun kiong hi? dan sesekali ?thiam
hok, thiam siu?. Malahan di masa saya kecil, saya mengucapkannya: ?tionghi,
tionghi?, karena belum paham dan hanya mendengar orangtua yang
mengucapkannya di antara teman-teman mereka. (Kesalahan yang sama seperti lagu
Garuda Pancasila, ?pribang-pribangsaku?, padahal seharusnya ?pribadi bangsaku?).
?Kionghi? (恭喜), ?sin cun kiong hi? (新春恭喜), ?thiam hok thiam siu? (添福添壽) semuanya berasal dari dialek Hokkian. Dialek Hokkian
sendiri pengaruhnya paling kuat di Indonesia dibandingkan
dialek-dialek dari tempat lain seperti Tiociu, Hakka (Khek), Hokcia, dsb.
Mungkin lama-lama dirasa ucapan ?sin cun kiong hi? (happy spring festival) kurang pas di
Indonesia dan negara-negara yang tidak ada empat musim, ucapannya bergeser
menjadi ?gong xi fa cai?, atau mungkin tanpa disadari, bahwa standard dan
ukuran sukses adalah materi, pelan-pelan ucapan ?gong xi fa cai? lebih disukai.
Atau bisa jadi ?terdengar dan terlihat lebih keren? dibandingkan ?sin cun kiong
hi?.
Sementara ?thiam hok, thiam siu? dulu saja waktu saya kecil
seingat saya tidak begitu sering terdengar, apalagi sekarang. Terjemahan
bebasnya kurang lebih berarti banyak keberuntungan dan panjang umur.
Ucapan yang paling sederhana sebenarnya 新年快乐 (pinyin: xin nian kuai le, baca: sin nien guai le)
dan ini yang paling banyak terdengar di China, sering disingkat menjadi 新年好 (pinyin: xin nian hao, baca: sin
nien hau), sesederhana ucapan: ?happy new year? atau ?selamat tahun baru?.
Yee sang
Tidak begitu jelas sejak kapan seremonial yee
sang masuk ke
Indonesia dan dalam kira-kira lima tahun belakangan semakin marak dilakukan dan
masuk ke dalam rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia. Yee
sang besar
kemungkinan adalah bunyi dialek Tiociu untuk yu sheng (鱼生), yang berarti
ikan segar. Bunyi 鱼生 sama dengan bunyi 余升 ? arti masing-masing kata adalah ?remaining? dan ?increase?. Secara bebas
bisa bermakna selalu ada kelebihan (rejeki) dan meningkatnya karir dan bisnis.
Ditengarai kebiasaan ini sudah ada di China sejak masa Dinasti
Song atau bahkan lebih lama lagi dan cukup populer di daerah Selatan, lebih
tepatnya di daerah Chaozhou dan Shantou dan makin menyebar. Kebiasaan ini
akhirnya menjadi satu tradisi yang dilestarikan di daerah Guangzhou dan
sekitarnya yang notabene mata pencaharian di masa lalu mayoritas nelayan. Yee
sang dirayakan pada
hari ketujuh Tahun Baru Imlek.
Hidangan yee sang berbahan ikan mentah dan berbagai
macam sayuran yang dirajang halus sekali. Bahan-bahan tsb diletakkan di atas
piring lebar, kemudian dibumbui dengan berbagai jenis saus dan dressing,
diaduk bersama dan diangkat tinggi-tinggi sebelum dimakan dengan mengucapkan ?lo
hei? (dialek Cantonese untuk 捞起, lao qi) yang berarti
?angkat bersama?, terjemahan bebasnya bisa berarti ?sukses bersama?.
Tradisi yee sang sepemahaman dan seingat saya tidak
populer di Indonesia. Bahkan di masa kecil saya, sepertinya tidak dikenal. Pada
dasarnya orang Tionghoa berbeda dengan orang Jepang yang biasa makan ikan
mentah. Ikan mentah jarang sekali muncul dalam seni kuliner Cina, kalau tidak
bisa dibilang hampir tidak dikenal. Dan dari penelusuran lebih lanjut, saya
belum menemukan clue bahwa yee
sang adalah tradisi
etnis Tionghoa yang ada di Indonesia.
Sejumlah Tradisi yang dilakukan itu tidak hanya untuk memeriahkan, tapi juga mengandung sejumlah makna.
Berikut fakta unik seputar perayaan Tahun Baru Imlek dan tradisi yang biasa dilakukan warga Tionghoa.
1. Membersihkan dan mendekorasi rumah
Selain membersihkan yang memiliki makna lambang keyakinan rumah akan bersih dari keburukan dan siap menerima keberuntungan di tahun yang baru, warga Tionghoa juga biasanya mendekorasi ulang rumahnya.
Rumah dicat ulang dan ditempeli kertas bertuliskan kalimat atau kata-kata baik. Dekorasi didominasi warna merah yang melambangkan sejahtera, kuat dan keberuntungan.
2. Melunasi dan mengurangi utang
Sebelum tahun baru datang, warga Tionghoa melunasi atau membayar utang dengan harapan tahun yang baru tidak terbebani utang.
3. Barongsai atau liong naga
Ini bisa dikatakan wajib diadakan saat Imlek yang merupakan lambang kebahagiaan dan kesenangan serta membawa hoki.
4. Makanan khas
Hidangan saat Imlek biasanya terdiri dari 12 macam masakan dan 12 macam kue yang melambangkan 12 macam shio. Masing-masing makanan pun memiliki maknanya sendiri.
Seperti siu mie yang melambangkan panjang umur dan kemakmuran, lapis legit melambangkan rezeki yang berlapis-lapis, ikan simbol air serta bebek dan ayam utuh sebagai lambang udara, yang merupakan sumber kehidupan.
5. Angpao
Bingkisan dalam amplop merah berisikan sejumlah uang sebagai hadiah yang melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik.
Namun untuk memberikannya kepada keluarga atau kerabat ternyata ada aturannya.
Hanya orang yang sudah menikah sajalah yang boleh memberi angpao kepada anak-anak dan orang tua. Mereka yang sudah bekerja tapi belum menikah, bahkan tidak boleh memberi angpao karena dianggap menjauhkan jodoh.
Anak yang sudah bekerja masih masih tetap menerima ang pao dari orang tua, paman, dan bibi, sementara yang sudah menikah hanya mendapat angpao dari orang tuanya.
Angpao tidak boleh diisi dengan uang yang mengandung angka 4 seperti Rp4.000 karena empat dalam bahasa Cina terdengar seperti kata ‘mati’. Jumlah uang juga tidak boleh ganjil karena berhubungan dengan pemakaman.
6. Pantang makan bubur saat Imlek
Karena bubur dianggap simbol kemiskinan,
7. Tidak boleh membalik ikan
Ikan yang dihidangkan tidak boleh dibalik untuk mengambil daging pada sisi lainnya. Ikan juga tidak boleh habis sekaligus melainkan harus disisakan untuk dinikmati keesokan harinya. Ini melambangkan nilai surplus untuk tahun berikutnya. [berbagai sumber/mor]
Berikut fakta unik seputar perayaan Tahun Baru Imlek dan tradisi yang biasa dilakukan warga Tionghoa.
1. Membersihkan dan mendekorasi rumah
Selain membersihkan yang memiliki makna lambang keyakinan rumah akan bersih dari keburukan dan siap menerima keberuntungan di tahun yang baru, warga Tionghoa juga biasanya mendekorasi ulang rumahnya.
Rumah dicat ulang dan ditempeli kertas bertuliskan kalimat atau kata-kata baik. Dekorasi didominasi warna merah yang melambangkan sejahtera, kuat dan keberuntungan.
2. Melunasi dan mengurangi utang
Sebelum tahun baru datang, warga Tionghoa melunasi atau membayar utang dengan harapan tahun yang baru tidak terbebani utang.
3. Barongsai atau liong naga
Ini bisa dikatakan wajib diadakan saat Imlek yang merupakan lambang kebahagiaan dan kesenangan serta membawa hoki.
4. Makanan khas
Hidangan saat Imlek biasanya terdiri dari 12 macam masakan dan 12 macam kue yang melambangkan 12 macam shio. Masing-masing makanan pun memiliki maknanya sendiri.
Seperti siu mie yang melambangkan panjang umur dan kemakmuran, lapis legit melambangkan rezeki yang berlapis-lapis, ikan simbol air serta bebek dan ayam utuh sebagai lambang udara, yang merupakan sumber kehidupan.
5. Angpao
Bingkisan dalam amplop merah berisikan sejumlah uang sebagai hadiah yang melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik.
Namun untuk memberikannya kepada keluarga atau kerabat ternyata ada aturannya.
Hanya orang yang sudah menikah sajalah yang boleh memberi angpao kepada anak-anak dan orang tua. Mereka yang sudah bekerja tapi belum menikah, bahkan tidak boleh memberi angpao karena dianggap menjauhkan jodoh.
Anak yang sudah bekerja masih masih tetap menerima ang pao dari orang tua, paman, dan bibi, sementara yang sudah menikah hanya mendapat angpao dari orang tuanya.
Angpao tidak boleh diisi dengan uang yang mengandung angka 4 seperti Rp4.000 karena empat dalam bahasa Cina terdengar seperti kata ‘mati’. Jumlah uang juga tidak boleh ganjil karena berhubungan dengan pemakaman.
6. Pantang makan bubur saat Imlek
Karena bubur dianggap simbol kemiskinan,
7. Tidak boleh membalik ikan
Ikan yang dihidangkan tidak boleh dibalik untuk mengambil daging pada sisi lainnya. Ikan juga tidak boleh habis sekaligus melainkan harus disisakan untuk dinikmati keesokan harinya. Ini melambangkan nilai surplus untuk tahun berikutnya. [berbagai sumber/mor]
Komentar
Posting Komentar